Kisah Nabi Idris dalam artikel kali ini akan menceritakan tentang bagaimana hidup Idris sebagai Nabi kedua Allah Swt. Nabi Idris lahir di Babilonia. Ia adalah keturunan keenam Nabi Adam. Ayahnya bernama Yarid bin Mihla’iel bin Qinan bin Anusy bin Syits bin Adam. Idris adalah bapak dari kakek Nabi Nuh. Dalam bahasa Yunani, Idris dikenal dengan nama Aramis. Nama ini diarabkan menjadi Harmas. Sedangkan, dalam bahasa Ibrani, Idris dikenal dengan nama Khunnukh. Dalam bahasa Arab, nama ini disebut Akhnuk. Sejak kecil, Idris sudah rajin belajar. Ia berguru kepada Nabi Syits. Belajar membaca sahifah. Bermacam ilmu dipelajarinya. Pendek kata, Idris gemar membaca. Tak aneh kalau Idris memiliki pengetahuan yang luas.
Allah mengangkat Idris sebagai Nabi. Di antara keturunannya, ada pula yang menjadi nabi. Idris menerima wahyu dari Allah lewat perantara malaikat Jibril. Wahyu diturunkan untuk membimbing manusia ke jalan yang lurus. Berkat wahyu, manusia tahu yang benar dan yang salah. Berkat wahyu pula, manusia bisa bertobat bila terlanjur berbuat dosa.
Nabi Idris Pindah ke Mesir
Kini, Nabi Idris mengemban tugas mulia. Membimbing kehidupan umat manusia. Setiap hari, ia berdakwah. Tiada bosan ia menyeru umatnya supaya kembali kepaa syariat Allah. Seruan Nabi Idris kurang mendapat sambutan. Kata-katanya tak dihiraukan. Hanya sedikit yang beriman. Padahal, dakwah sering dilakukan. Hasilnya, banyak yang menentang. Suatu ketika, Idris mengumpulkan para pengikutnya. Ia mengajak mereka pindah ke Mesir meninggalkan negeri. Pasalnya, orang-orang sesat gencar memengaruhi mereka. Mulanya, ajakan Nabi Idris tak digubris. Para pengikutnya merasa keberatan dan enggan meninggalkan kampung halaman.
"Tidak usah. Sebaiknya, kita tetap di sini. Rasanya, sulit menemukan kota sebaik Babilonia. Kita sudah enak tinggal di sini," kilah mereka.
"Jangan khawatir. Rezeki di tangan Allah. Asalkan mau berhijrah, rezeki pasti mengalir," Idris mencoba meyakinkan.
Usaha Nabi Idris tidak sia-sia. Setelah diyakinkan, akhirnya mereka bersedia. Suatu hari, mereka pun berangkat. Rombongan meninggalkan Babilonia. Akhirnya, mereka memasuki negeri Mesir. Sesampainya di sana, mereka berdiri di tepi sungai Nil. Mereka memandang sekeliling.
"Subhanallah," ungkap mereka
"Ternyata benar. Mesir lebih indah. Tanahnya subur."
Nabi Idris dan para pengikutnya kemudian tinggal di Mesir. Di Mesir inilah dakwah mulai berkembang. Mereka menyerukan kebenaran. Mengajak orang-orang supaya beriman. Beriman supaya kelak di akhirat hidup senang. Nabi Idris menyuruh mereka mengerjakan shalat, saum, zakat, dan mandi janabat. Ia juga mengharamkan meminum minuman keras. Selain itu, Nabi Idris mengajarkan hidup sederhana. Tidak boros, tidak pelit, dan tidak tamak. Hidup di dunia hanya sementara. Sebanyak, apa pun harta, akhirnya akan sirna belaka.
Satu per satu orang-orang mengikuti seruan Nabi Idris. Jumlah mereka mencapai 77 orang. Dakwah terus berjalan. Seiring dengan itu, para pengikut Nabi Idris pun terus bertambah. Jumlah mereka menjadi tujuh ratus orang. Dan, terus bertambah hingga mencapai seribu orang. Nabi Idris memilih tujuh orang dari para pengikutnya. Ketujuh orang ini mendapat gemblengan khusus. Bersama ketujuh orang pilihan itu Nabi Idris terus berdakwah. Hasilnya, tidak sia-sia. Dakwah semakin berkembang pesat. Allah menurunkan tiga puluh sahifah kepada Nabi Idris. Ia bertugas menyampaikannya kepada orang-orang. Terutama kepada keturunan Qabil yang durhaka. Nabi Idris mendapat gelar Asadul Usud. Artinya, harimau dari segala harimau. Gelar ini layak disandangnya karena ia seorang pemberani. Dengan gagah, ia memerangi orang-orang yang durhaka.
Zaman Nabi Idris, ada seorang raja yang terkenal bengis dan kejam. Suatu hari, raja berjalan-jalan melewati sebuah kebun. Kebun tersebut sangat indah, daun-daunnya rindang berwarna hijau menyejukkan. Sungguh kebun yang sedap dipandang mata.
"Aku ingin memiliki kebunmu ini," kata raja kepada si empunya kebun.
"Maaf, Paduka. Hamba ini orang tidak punya. Keluarga hamba sangat membutuhkan kebun ini. Lagi pula, Paduka sangat kaya, rasanya paduka tak membutuhkan kebun ini," si empunya kebun menolak dengan halus.
Jawaban si empunya kebun membuat raja geram dan murka. Namun, ia menahan diri. Wibawa harus tetap dijaga. Raja tak boleh sewenang-wenang di depan orang banyak. Kemudian, ia pun pulang. Kepulangan raja disambut permaisuri. Permaisuri yang berasal dari suku Azariqah ini juga terkenal kejam. Heran juga, ia melihat raja begitu murung.
"Paduka, ada apa gerangan? Kok, paduka murung?" tanya permaisuri.
Masalah tadi kemudian dibicarakan. Raja menginginkan subuah kebun yang lebat nan indah. Akan tetapi, si empunya kebun enggan menjualnya.
"Tindakan paduka sangat tepat, paduka memang tak boleh gegabah. Di depan rakyat, Paduka harus terlihat baik. Jangan sampai ketahuan membunuh seorang tanpa alasan."
"Dinda permaisuri punya usul?"
"Serahkan saja kepada Dinda. Biar dinda yang mengurus masalah ini. Pokoknya, kebun itu pasti menjadi milik Paduka. Dinda akan mencari-cari alasan untuk membunuh pemilik kebun itu."
"Maksud dinda?"
"Dinda akan mengutus beberapa orang. Mereka akan ditugasi untuk membawa paksa si empunya kebun. Kita sebarkan berita bahwa siempunya kebun ini telah murtad. Ia telah meninggalkan agama kita. Nah, saksinya ialah para utusan itu. Dengan demikian, kita punya alasan untuk membunuhnya. Pasti kebun itu akan menjadi milik Paduka"
Melihat kesewenang-wenangan itu, Allah sangat murka. Allah mengutus Nabi Idris untuk mendatangai raja zalim itu.
"Sungguh, engkau sangat kejam," kata Nabi Idris.
"Kau ini ngomong apa, hah" bentak raja.
"Engkau telah membuat keluarga si empunya kebun melarat. Mereka kelaparan. Tak ada lagi yang mencarikan nafkah. Sebab, si pencari nafkah telah engkau bunuh. Tak hanya itu, engkau juga telah merampas kebun mereka. Padahal, kebun itu satu-satunya sumber penghasiolan mereka."
"Enyahlah engkau dari hadapanku, hai, Idris!" Raja mengusir Nabi Idris dengan muka merah padam.
"Demi Allah, engkau akan mendapat balasan setimpal. Tak hanya di akhirat, tapi juga di dunia. Tak lama lagi, kekuasaan engkau akan berakhir. Engkau akan mati mengenaskan. Mayatmu akan menjadi santapan anjing-anjing kelaparan." Usai mengucapkan kata-kata itu, Nabi Idris pun pergi.
Raja menceritakan kejadian itu kepada istrinya.
"Paduka jangan cemas, apa yang diceritakan Idris itu hanya bualan belaka. Tenang saja, dinda akan mengirim orang untuk membunuh Idris. Pada tahu beres saja," hibur permaisuri.
Nabi Idris mempunyai beberapa sahabat karib. Kejadian itu diceritakan kepada sahabat-sahabatnya. Ia telah menyampaikan nasihat kepada raja. Akibatnya, raja murka dan mengusirnya. Mendengar penuturan itu, sahabat-sahabat Nabi Idris merasa cemas, mereka takut terbawa-bawa. Bisa berabe bermusuhan dengan raja, jangan-jangan mereka juga akan dibunuh.
Tibalah waktu telah ditentukan, permaisuri menjalankan rencana jahatnya. Ia mengirim empat puluh orang pria dari suku Azariqah yang bertugas untuk membunuh Nabi Idris. Orang-orang suruhan itu kemudian mencari-cari Nabi Idris. Sampai suatu ketika, mereka menyatroni tempat pengajian Nabi Idris. Namun, mereka tidak menemukan yang dicari. Akhirnya, mereka pulang dengan tangan kosong. Sahabat-sahabat Idris melihat orang-orang tadi. Mereka tahu bahwa orang-orang itu sedang mencar Idris. Orang-orang itu akan membunuhnya.
Sahabat-sahabat Nabi Idris menyebar. Mereka mencari-cari Idris ke sana kemari. Setelah lama berusaha, akhirnya Nabi Idris ditemukan.
"Berhati-hatilah, Idris. Ada orang-orang jahat yang sedang mencarimu. Sepertinya, mereka hendak membunuhmu," saran mereka kepada Nabi Idris.
Nabi Idris memutuskan untuk pergi. Malam ini juga, ia harus berangkat. Maka, ia pun bekemas-kemas Sahabat-sahabatnya telah siap untuk menemani Idris. Sebelum berangkat, Nabi Idris berdoa memohon perlindungan dan keselamatan. Beberapa saat kemudian, Allah menurunkan wahyu kepadanya. Isinya menegaskan agar Idris segera meninggalkan kampung itu. Dalam doanya, Idris juga memohon agar Allah tidak menurunkan hujan. Biarkan kampung itu mengalami kekeringan. kekeringan akan mengakibatkan penduduk kampung kelaparan. Mudah-mudahan mereka sadar. Allah mengabulkan permohonan Nabi Idris. Berita ini kemudian ia sampaikan kepada sahabat-sahabatnya.
"Aku akan pindah. Kampung ini akan mengalami kekeringan hebat," ungkap Nabi Idris
Idris memilih tinggal disebuah juga. Gua itu berada di sebuah gunung yang tinggi. Walaupun demikian, ia tidak akan kelaparan. Allah menyuruh malaikat datang menjenguknya. Menjelang malam, malaikat ini membawakan makan untuknya. Sebab, siang harinya Nabi Idris selalu saum.
Waktu terus berlalu. Berbagai kejadian datang silih berganti. Ancaman Nabi Idris menjadi kenyataan. Kekeringan hebat melanda negeri. Hujan lama tidak turun. Tanah-tanah retak, tanaman meranggas mati. Sesungguhnya negeri itu telah lama berganti penguasa. Raja yang lama telah mati terbunuh dengan sangat tragis. Mayatnya dilemparkan. Anjing-anjing kelaparan berebut menyantap mayatnya. Dua puluh tahun negeri itu mengalami kekeringan. Tidak setetes pun hujan turun dari langit. Makanan sulit didapat. Para penduduk kelaparan, negeri yang subur ini telah berubah menjadi gersang. Beberapa orang diutus. Para utusan ini menghadap raja. Dihadapan raja baru, mereka menyampaikan keluhan.
"Sekian lama kita mengalami kekeringan. Bencana ini disebabkan oleh kekejaman raja terdahulu. Nabi Idris memohon agar Allah tidak menurunkan hujan. Dan doanya menjadi kenyataan. Lama sudah hujan tak turun-turun. Andai saja, kita bisa menemukan Idris. Kita bisa meminta bantuannya. Sayang, tidak ada yang tahu di mana Nabi Idris berada."
"Lalu, apa yang bisa kita lakukan?" tanya raja.
"Kami sudah berusaha mencari Idris. Tapi, sampai sekarang tak jua ditemukan."
"Kalian punya saran?"
"Mohon paduka mengajak para penduduk. Semua harus bertobat kepada Allah. Memperbanyak Istigfar. Mudah-mudahan, Allah mengampuni kita."
Di tempat lain, Nabi Idris kelabakan. Pasalnya, ia tak lagi mendapat makanan. Kiriman makanan dihentikan. Allah menyuruh malaikat menghentikan pengiriman makanan. Tentu saja, malam itu Nabi Idris merasa lapar. Malam kedua, makanan tak kunjung datang. Ia masih kuat menahan. Hingga malam ketiga, ia tak tahan. Akhirnya, ia bermunajat kepada Allah Yang Maha Penyayang.
"Ya Allah, hamba-Mu mengadu. Kenapa Engkau tidak lagi mengirim hamba makanan"
Sebagai jawaban Allah menyampaikan wahyu. Wahyu berisi perintah agar Nabi Idris turun gunung. Idris harus kembali ke negerinya. Makanan juga harus dicari sendiri. Akhirnya, Idris kembali kekampungnya. Baru juga masuk, dilihatnya asap mengepul. Datangnya dari sebuah rumah. Langkah kakinya diarahkan ke rumah itu. Ternyata, rumah itu milik seorang nenek tua. Keadaan nenek tua itu sangat memprihatinkan. Benar-benar miskin. Gubuknya sudah reyok. Terlihat nenek tua baru selesai memasak. Di sampingnya, terdapat dua piring makanan.
"Nek, saya lapar. Kalau boleh, makanan ini mau saya beli," kata Nabi Idris
"Nenek ini orang miskin, Nak. Apalagi, sekarang sedang musim kering. Makanan sulit didapat. Nenek nggak punya cukup makanan."
"Tapi, nek. Nenek punya dua piring makanan?"
"Memang di sini ada dua piring makanan. Satu untuk Nenek dan satu lagi jatah anak nenek."
"O, begitu. Tapi, anak Nenek, kan, masih kecil. Setengah piring rasanya cukup. Nah, yang setengah piring lagi saya beli. Tolong, nek, sudah beberapa hari saya belum makan," Nabi Idris memelas.
Nenek tua merasa iba. Tidak tega melihat tamunya kelaparan. Akhirnya, jatah makanan anaknya dibagi dua. Separuh untuk anaknya dan separuh lagi untuk tamunya. Namun, apa yang terjadi? Tanpa diduga anak nenek tua itu masuk. Dilihatnya ada orang lain. Matanya terbelalak melihat orang itu sedang makan di piringnya. Ia sangat terkejut. Saking kaget, anak itu meninggal dunia. Si nenek sangat bersedih.
"Nak, engkau telah membunuh anak Nenek. Andai saja engkau tidak memakan..."
"Tenang, Nek, saya akan menghidupkan kembali anak ini" Tentunya dengan seizin Allah. Usai menghibur nenek tua, Nabi Idris kemudian memegang tangan anak itu.
"Wahai ruh yang keluar, kembalilah. Masuklah ke dalam tubuh anak ini dengan seizin Allah. Saya Idris. Saya seorang nabi."
Menakjubkan! anak itu hidup kembali. Tak lama berselang, anak itu berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau adalah Idris."
Mendangar nama Idris, nenek tua menghambur ke luar. Ia berteriak keliling kampung.
"Hai...Idris telah kembali Idris telah kembali"
Kemudian, Idris pergi. Ia meninggalkan rumah nenek tua. Ia menuju ke sebuah bukit. Sampai di sana, ia duduk di dekat kuburan raja pertama yang kejam itu. Beberapa saat kemudian, orang-orang berdatangan. Mereka berkumpul di dekat Idri.
"Kami mengalami kelaparan. Selama dua puluh tahun, hujan tak kunjung turun. Sudilah Anda memohon kepada Allah. Kiranya, Dia berkenan menurunkan hujan," ujar mereka memelas.
"Aku akan berdoa dengan satu syarat. Raja kalian harus datang ke sini. Seluruh penduduk kampung juga harus datang. Semua harus datang tanpa alas kaki."
Syarat Nabi Idris ini disampaikan kepada raja. Raja merasa tidak senang. Laporan itu membuatnya gusar. Maka, empat puluh orang dikirim. Mereka diberi titah untuk membawa Idris ke hadapannya. Segera orang-orang itu menuju ke bukit. Tiba di sana, mereka menghampiri Nabi Idris. Tanpa banyak cakap, mereka langsung membawa paksa Idris. Orang-orang suruhan itu memperlakukan Idris secara kasar. Nabi Idris tidak terima. Ia berdoa agar Allah membinasakan mereka. Doanya dikabulkan. Mereka semua meninggal.
Kabar kematian orang-orang suruhan itu sampai ke telinga raja. Merasa penasaran, raja kemudian mengirim lima ratus orang pilihan. Kali ini, mereka di tugasi untuk membujuk Nabi Idris agar mau datang ke istana.
"Idris, kami ini utusan raja. Kami ditugasi untuk menjemput Anda," bujuk para utusan itu.
"Tolong jangan paksa aku. Jangan gunakan kekerasan. Apa kalian tidak melihat teman-teman kalian mati?"
"Tidak, kami tidak akan memaksa Anda. Kami hanya memohon. Sudilah Anda berdoa. Mohonlah agar Allah menurunkan hujan. Banyak penduduk negeri ini yang kelaparan. Mereka pada mati."
"Sekali tidak, tetap tidak. Aku hanya akan berdoa dengan satu syarat. Raja kalian harus datang ke sini. Titik!"
Para utusan pulang. Mereka menghadap raja. Juru bicara maju ke depan.
"Idris tak mau datang. Sikapnya tak berubah. Paduka tetap harus datang ke sana."
Mendengar itu raja geleng-geleng kepala. Orang ini benar-benar keras kepala, pikirnya.
"Mohon maaf, Paduka, lanjut orang tadi, sebaiknya Paduka pertimbangkan Tak ada salahnya Paduka memenuhi kemauan Idris."
Tak ada jalan lain. Akhirnya, raja mengalah. Raja berkenan datang ke tempat Idris.
Kini, syarat Nabi Idris sudah terpenuhi. Idris berdiri seraya berkata, "Baiklah, sekarang aku akan berdoa."
Dalam doanya, Idris memohon agar Allah berkenan menurunkan hujan.
Tak lama berselang, langit mulai gelap. Terlihat awan hitam berarak-arak. Sesekali, terdengar guntur bersahutan. Petir menyambar-nyambar. Dan, hujan pun turun mengguyur.
Di samping itu, Nabi Idris adalah orang pertama yang menjahit pakaian. Tentunya, ia pula yang pertama kali memakai pakaian berjahit. Sebelumnya, orang-orang memakai pakaian dari kulit tak berjahit. Bagi Idris, menjahit pakaian bisa menjadi ibadah. Setiap kali menjahit, Idris bertasbih, bertahlil, dan bertakbir. Setiap hari, amalnya naik ke langit setara dengan amal seluruh orang yang hidup pada masanya.
"Allah telah mewahyukan beberapa hal kepadaku. Tolong katakan kepada malaikat maut, beri aku kesempatan. Aku ingin beramal lebih banyak lagi," ujar Nabi Idris kepada malaikat itu.
Malaikan itu bermaksud membawa Idris. Lalu, ia mempersilahkan Nabi Idris duduk di antara kedua sayapnya. Idris pun dibawa terbang ke langit. Mereka tiba di langit keempat.
Malaikat maut turun menemui Nabi Idris. Lalu, malaikat yang menggendong Idris itu berbicara kepada malaikat maut. Dalam pembicaraan, itu ia menyampaikan keinginan Idris tadi kepada malaikat maut.
"Lalu, di mana Idris?" malaikat maut bertanya.
"Dia ada di punggungku," jawab malaikat yang menggendong Idris.
"Sungguh mengangumkan! Aku diutus untuk mencabut nyawa Idris di langit keempat ini."
Tak lama berselang, malaikat maut pun menjalankan tugasnya. Ia mencabut nyawa Idris. Demikianlah, Allah mengangkat Nabi Idris ke tempat yang tinggi.
"Tidak usah. Sebaiknya, kita tetap di sini. Rasanya, sulit menemukan kota sebaik Babilonia. Kita sudah enak tinggal di sini," kilah mereka.
"Jangan khawatir. Rezeki di tangan Allah. Asalkan mau berhijrah, rezeki pasti mengalir," Idris mencoba meyakinkan.
Usaha Nabi Idris tidak sia-sia. Setelah diyakinkan, akhirnya mereka bersedia. Suatu hari, mereka pun berangkat. Rombongan meninggalkan Babilonia. Akhirnya, mereka memasuki negeri Mesir. Sesampainya di sana, mereka berdiri di tepi sungai Nil. Mereka memandang sekeliling.
"Subhanallah," ungkap mereka
"Ternyata benar. Mesir lebih indah. Tanahnya subur."
Nabi Idris dan para pengikutnya kemudian tinggal di Mesir. Di Mesir inilah dakwah mulai berkembang. Mereka menyerukan kebenaran. Mengajak orang-orang supaya beriman. Beriman supaya kelak di akhirat hidup senang. Nabi Idris menyuruh mereka mengerjakan shalat, saum, zakat, dan mandi janabat. Ia juga mengharamkan meminum minuman keras. Selain itu, Nabi Idris mengajarkan hidup sederhana. Tidak boros, tidak pelit, dan tidak tamak. Hidup di dunia hanya sementara. Sebanyak, apa pun harta, akhirnya akan sirna belaka.
Satu per satu orang-orang mengikuti seruan Nabi Idris. Jumlah mereka mencapai 77 orang. Dakwah terus berjalan. Seiring dengan itu, para pengikut Nabi Idris pun terus bertambah. Jumlah mereka menjadi tujuh ratus orang. Dan, terus bertambah hingga mencapai seribu orang. Nabi Idris memilih tujuh orang dari para pengikutnya. Ketujuh orang ini mendapat gemblengan khusus. Bersama ketujuh orang pilihan itu Nabi Idris terus berdakwah. Hasilnya, tidak sia-sia. Dakwah semakin berkembang pesat. Allah menurunkan tiga puluh sahifah kepada Nabi Idris. Ia bertugas menyampaikannya kepada orang-orang. Terutama kepada keturunan Qabil yang durhaka. Nabi Idris mendapat gelar Asadul Usud. Artinya, harimau dari segala harimau. Gelar ini layak disandangnya karena ia seorang pemberani. Dengan gagah, ia memerangi orang-orang yang durhaka.
Nabi Idris Vs Raja Kejam
Zaman Nabi Idris, ada seorang raja yang terkenal bengis dan kejam. Suatu hari, raja berjalan-jalan melewati sebuah kebun. Kebun tersebut sangat indah, daun-daunnya rindang berwarna hijau menyejukkan. Sungguh kebun yang sedap dipandang mata.
"Aku ingin memiliki kebunmu ini," kata raja kepada si empunya kebun.
"Maaf, Paduka. Hamba ini orang tidak punya. Keluarga hamba sangat membutuhkan kebun ini. Lagi pula, Paduka sangat kaya, rasanya paduka tak membutuhkan kebun ini," si empunya kebun menolak dengan halus.
Jawaban si empunya kebun membuat raja geram dan murka. Namun, ia menahan diri. Wibawa harus tetap dijaga. Raja tak boleh sewenang-wenang di depan orang banyak. Kemudian, ia pun pulang. Kepulangan raja disambut permaisuri. Permaisuri yang berasal dari suku Azariqah ini juga terkenal kejam. Heran juga, ia melihat raja begitu murung.
"Paduka, ada apa gerangan? Kok, paduka murung?" tanya permaisuri.
Masalah tadi kemudian dibicarakan. Raja menginginkan subuah kebun yang lebat nan indah. Akan tetapi, si empunya kebun enggan menjualnya.
"Tindakan paduka sangat tepat, paduka memang tak boleh gegabah. Di depan rakyat, Paduka harus terlihat baik. Jangan sampai ketahuan membunuh seorang tanpa alasan."
"Dinda permaisuri punya usul?"
"Serahkan saja kepada Dinda. Biar dinda yang mengurus masalah ini. Pokoknya, kebun itu pasti menjadi milik Paduka. Dinda akan mencari-cari alasan untuk membunuh pemilik kebun itu."
"Maksud dinda?"
"Dinda akan mengutus beberapa orang. Mereka akan ditugasi untuk membawa paksa si empunya kebun. Kita sebarkan berita bahwa siempunya kebun ini telah murtad. Ia telah meninggalkan agama kita. Nah, saksinya ialah para utusan itu. Dengan demikian, kita punya alasan untuk membunuhnya. Pasti kebun itu akan menjadi milik Paduka"
Melihat kesewenang-wenangan itu, Allah sangat murka. Allah mengutus Nabi Idris untuk mendatangai raja zalim itu.
"Sungguh, engkau sangat kejam," kata Nabi Idris.
"Kau ini ngomong apa, hah" bentak raja.
"Engkau telah membuat keluarga si empunya kebun melarat. Mereka kelaparan. Tak ada lagi yang mencarikan nafkah. Sebab, si pencari nafkah telah engkau bunuh. Tak hanya itu, engkau juga telah merampas kebun mereka. Padahal, kebun itu satu-satunya sumber penghasiolan mereka."
"Enyahlah engkau dari hadapanku, hai, Idris!" Raja mengusir Nabi Idris dengan muka merah padam.
"Demi Allah, engkau akan mendapat balasan setimpal. Tak hanya di akhirat, tapi juga di dunia. Tak lama lagi, kekuasaan engkau akan berakhir. Engkau akan mati mengenaskan. Mayatmu akan menjadi santapan anjing-anjing kelaparan." Usai mengucapkan kata-kata itu, Nabi Idris pun pergi.
Raja menceritakan kejadian itu kepada istrinya.
"Paduka jangan cemas, apa yang diceritakan Idris itu hanya bualan belaka. Tenang saja, dinda akan mengirim orang untuk membunuh Idris. Pada tahu beres saja," hibur permaisuri.
Nabi Idris mempunyai beberapa sahabat karib. Kejadian itu diceritakan kepada sahabat-sahabatnya. Ia telah menyampaikan nasihat kepada raja. Akibatnya, raja murka dan mengusirnya. Mendengar penuturan itu, sahabat-sahabat Nabi Idris merasa cemas, mereka takut terbawa-bawa. Bisa berabe bermusuhan dengan raja, jangan-jangan mereka juga akan dibunuh.
Tibalah waktu telah ditentukan, permaisuri menjalankan rencana jahatnya. Ia mengirim empat puluh orang pria dari suku Azariqah yang bertugas untuk membunuh Nabi Idris. Orang-orang suruhan itu kemudian mencari-cari Nabi Idris. Sampai suatu ketika, mereka menyatroni tempat pengajian Nabi Idris. Namun, mereka tidak menemukan yang dicari. Akhirnya, mereka pulang dengan tangan kosong. Sahabat-sahabat Idris melihat orang-orang tadi. Mereka tahu bahwa orang-orang itu sedang mencar Idris. Orang-orang itu akan membunuhnya.
Sahabat-sahabat Nabi Idris menyebar. Mereka mencari-cari Idris ke sana kemari. Setelah lama berusaha, akhirnya Nabi Idris ditemukan.
"Berhati-hatilah, Idris. Ada orang-orang jahat yang sedang mencarimu. Sepertinya, mereka hendak membunuhmu," saran mereka kepada Nabi Idris.
Nabi Idris memutuskan untuk pergi. Malam ini juga, ia harus berangkat. Maka, ia pun bekemas-kemas Sahabat-sahabatnya telah siap untuk menemani Idris. Sebelum berangkat, Nabi Idris berdoa memohon perlindungan dan keselamatan. Beberapa saat kemudian, Allah menurunkan wahyu kepadanya. Isinya menegaskan agar Idris segera meninggalkan kampung itu. Dalam doanya, Idris juga memohon agar Allah tidak menurunkan hujan. Biarkan kampung itu mengalami kekeringan. kekeringan akan mengakibatkan penduduk kampung kelaparan. Mudah-mudahan mereka sadar. Allah mengabulkan permohonan Nabi Idris. Berita ini kemudian ia sampaikan kepada sahabat-sahabatnya.
"Aku akan pindah. Kampung ini akan mengalami kekeringan hebat," ungkap Nabi Idris
Idris memilih tinggal disebuah juga. Gua itu berada di sebuah gunung yang tinggi. Walaupun demikian, ia tidak akan kelaparan. Allah menyuruh malaikat datang menjenguknya. Menjelang malam, malaikat ini membawakan makan untuknya. Sebab, siang harinya Nabi Idris selalu saum.
Waktu terus berlalu. Berbagai kejadian datang silih berganti. Ancaman Nabi Idris menjadi kenyataan. Kekeringan hebat melanda negeri. Hujan lama tidak turun. Tanah-tanah retak, tanaman meranggas mati. Sesungguhnya negeri itu telah lama berganti penguasa. Raja yang lama telah mati terbunuh dengan sangat tragis. Mayatnya dilemparkan. Anjing-anjing kelaparan berebut menyantap mayatnya. Dua puluh tahun negeri itu mengalami kekeringan. Tidak setetes pun hujan turun dari langit. Makanan sulit didapat. Para penduduk kelaparan, negeri yang subur ini telah berubah menjadi gersang. Beberapa orang diutus. Para utusan ini menghadap raja. Dihadapan raja baru, mereka menyampaikan keluhan.
"Sekian lama kita mengalami kekeringan. Bencana ini disebabkan oleh kekejaman raja terdahulu. Nabi Idris memohon agar Allah tidak menurunkan hujan. Dan doanya menjadi kenyataan. Lama sudah hujan tak turun-turun. Andai saja, kita bisa menemukan Idris. Kita bisa meminta bantuannya. Sayang, tidak ada yang tahu di mana Nabi Idris berada."
"Lalu, apa yang bisa kita lakukan?" tanya raja.
"Kami sudah berusaha mencari Idris. Tapi, sampai sekarang tak jua ditemukan."
"Kalian punya saran?"
"Mohon paduka mengajak para penduduk. Semua harus bertobat kepada Allah. Memperbanyak Istigfar. Mudah-mudahan, Allah mengampuni kita."
Di tempat lain, Nabi Idris kelabakan. Pasalnya, ia tak lagi mendapat makanan. Kiriman makanan dihentikan. Allah menyuruh malaikat menghentikan pengiriman makanan. Tentu saja, malam itu Nabi Idris merasa lapar. Malam kedua, makanan tak kunjung datang. Ia masih kuat menahan. Hingga malam ketiga, ia tak tahan. Akhirnya, ia bermunajat kepada Allah Yang Maha Penyayang.
"Ya Allah, hamba-Mu mengadu. Kenapa Engkau tidak lagi mengirim hamba makanan"
Sebagai jawaban Allah menyampaikan wahyu. Wahyu berisi perintah agar Nabi Idris turun gunung. Idris harus kembali ke negerinya. Makanan juga harus dicari sendiri. Akhirnya, Idris kembali kekampungnya. Baru juga masuk, dilihatnya asap mengepul. Datangnya dari sebuah rumah. Langkah kakinya diarahkan ke rumah itu. Ternyata, rumah itu milik seorang nenek tua. Keadaan nenek tua itu sangat memprihatinkan. Benar-benar miskin. Gubuknya sudah reyok. Terlihat nenek tua baru selesai memasak. Di sampingnya, terdapat dua piring makanan.
"Nek, saya lapar. Kalau boleh, makanan ini mau saya beli," kata Nabi Idris
"Nenek ini orang miskin, Nak. Apalagi, sekarang sedang musim kering. Makanan sulit didapat. Nenek nggak punya cukup makanan."
"Tapi, nek. Nenek punya dua piring makanan?"
"Memang di sini ada dua piring makanan. Satu untuk Nenek dan satu lagi jatah anak nenek."
"O, begitu. Tapi, anak Nenek, kan, masih kecil. Setengah piring rasanya cukup. Nah, yang setengah piring lagi saya beli. Tolong, nek, sudah beberapa hari saya belum makan," Nabi Idris memelas.
Nenek tua merasa iba. Tidak tega melihat tamunya kelaparan. Akhirnya, jatah makanan anaknya dibagi dua. Separuh untuk anaknya dan separuh lagi untuk tamunya. Namun, apa yang terjadi? Tanpa diduga anak nenek tua itu masuk. Dilihatnya ada orang lain. Matanya terbelalak melihat orang itu sedang makan di piringnya. Ia sangat terkejut. Saking kaget, anak itu meninggal dunia. Si nenek sangat bersedih.
"Nak, engkau telah membunuh anak Nenek. Andai saja engkau tidak memakan..."
"Tenang, Nek, saya akan menghidupkan kembali anak ini" Tentunya dengan seizin Allah. Usai menghibur nenek tua, Nabi Idris kemudian memegang tangan anak itu.
"Wahai ruh yang keluar, kembalilah. Masuklah ke dalam tubuh anak ini dengan seizin Allah. Saya Idris. Saya seorang nabi."
Menakjubkan! anak itu hidup kembali. Tak lama berselang, anak itu berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau adalah Idris."
Mendangar nama Idris, nenek tua menghambur ke luar. Ia berteriak keliling kampung.
"Hai...Idris telah kembali Idris telah kembali"
Kemudian, Idris pergi. Ia meninggalkan rumah nenek tua. Ia menuju ke sebuah bukit. Sampai di sana, ia duduk di dekat kuburan raja pertama yang kejam itu. Beberapa saat kemudian, orang-orang berdatangan. Mereka berkumpul di dekat Idri.
"Kami mengalami kelaparan. Selama dua puluh tahun, hujan tak kunjung turun. Sudilah Anda memohon kepada Allah. Kiranya, Dia berkenan menurunkan hujan," ujar mereka memelas.
"Aku akan berdoa dengan satu syarat. Raja kalian harus datang ke sini. Seluruh penduduk kampung juga harus datang. Semua harus datang tanpa alas kaki."
Syarat Nabi Idris ini disampaikan kepada raja. Raja merasa tidak senang. Laporan itu membuatnya gusar. Maka, empat puluh orang dikirim. Mereka diberi titah untuk membawa Idris ke hadapannya. Segera orang-orang itu menuju ke bukit. Tiba di sana, mereka menghampiri Nabi Idris. Tanpa banyak cakap, mereka langsung membawa paksa Idris. Orang-orang suruhan itu memperlakukan Idris secara kasar. Nabi Idris tidak terima. Ia berdoa agar Allah membinasakan mereka. Doanya dikabulkan. Mereka semua meninggal.
Kabar kematian orang-orang suruhan itu sampai ke telinga raja. Merasa penasaran, raja kemudian mengirim lima ratus orang pilihan. Kali ini, mereka di tugasi untuk membujuk Nabi Idris agar mau datang ke istana.
"Idris, kami ini utusan raja. Kami ditugasi untuk menjemput Anda," bujuk para utusan itu.
"Tolong jangan paksa aku. Jangan gunakan kekerasan. Apa kalian tidak melihat teman-teman kalian mati?"
"Tidak, kami tidak akan memaksa Anda. Kami hanya memohon. Sudilah Anda berdoa. Mohonlah agar Allah menurunkan hujan. Banyak penduduk negeri ini yang kelaparan. Mereka pada mati."
"Sekali tidak, tetap tidak. Aku hanya akan berdoa dengan satu syarat. Raja kalian harus datang ke sini. Titik!"
Para utusan pulang. Mereka menghadap raja. Juru bicara maju ke depan.
"Idris tak mau datang. Sikapnya tak berubah. Paduka tetap harus datang ke sana."
Mendengar itu raja geleng-geleng kepala. Orang ini benar-benar keras kepala, pikirnya.
"Mohon maaf, Paduka, lanjut orang tadi, sebaiknya Paduka pertimbangkan Tak ada salahnya Paduka memenuhi kemauan Idris."
Tak ada jalan lain. Akhirnya, raja mengalah. Raja berkenan datang ke tempat Idris.
Kini, syarat Nabi Idris sudah terpenuhi. Idris berdiri seraya berkata, "Baiklah, sekarang aku akan berdoa."
Dalam doanya, Idris memohon agar Allah berkenan menurunkan hujan.
Tak lama berselang, langit mulai gelap. Terlihat awan hitam berarak-arak. Sesekali, terdengar guntur bersahutan. Petir menyambar-nyambar. Dan, hujan pun turun mengguyur.
Keahlian Nabi Idris
Nabi Idris bertubuh jangkung. Ia diberi nama Idris karena banyak mempelajari Kalam Allah. Idris adalah orang pertama yang menuli dengan kalam. Pada masa Idris, terdapat 72 macam bahasa. Allah mengajari Nabi Idris bahasa-bahasa itu. Selain itu, ia juga mengetahui ilmu perbintangan dan ilmu hitung. Pada masa Idris, kota-kota sudah tertata dengan baik. Idris yang pertama mengajarkan dasar-dasar pengembangan kota. Satu kota dibangun untuk satu kelompok. Ketika itu, terdapat 188 kota.Di samping itu, Nabi Idris adalah orang pertama yang menjahit pakaian. Tentunya, ia pula yang pertama kali memakai pakaian berjahit. Sebelumnya, orang-orang memakai pakaian dari kulit tak berjahit. Bagi Idris, menjahit pakaian bisa menjadi ibadah. Setiap kali menjahit, Idris bertasbih, bertahlil, dan bertakbir. Setiap hari, amalnya naik ke langit setara dengan amal seluruh orang yang hidup pada masanya.
Kedudukan yang Mulia
Setiap hari, Allah mengangkat pahala Nabi Idris setara dengan amal seluruh keturunan Nabi Adam yang hidup pada zamannya. Namunm, Idris ingin amalnya lebih banyak lagi. Suatu ketika, seorang teman Idris datang. Ia bukan sembarang teman. Ia adalah malaikat."Allah telah mewahyukan beberapa hal kepadaku. Tolong katakan kepada malaikat maut, beri aku kesempatan. Aku ingin beramal lebih banyak lagi," ujar Nabi Idris kepada malaikat itu.
Malaikan itu bermaksud membawa Idris. Lalu, ia mempersilahkan Nabi Idris duduk di antara kedua sayapnya. Idris pun dibawa terbang ke langit. Mereka tiba di langit keempat.
Malaikat maut turun menemui Nabi Idris. Lalu, malaikat yang menggendong Idris itu berbicara kepada malaikat maut. Dalam pembicaraan, itu ia menyampaikan keinginan Idris tadi kepada malaikat maut.
"Lalu, di mana Idris?" malaikat maut bertanya.
"Dia ada di punggungku," jawab malaikat yang menggendong Idris.
"Sungguh mengangumkan! Aku diutus untuk mencabut nyawa Idris di langit keempat ini."
Tak lama berselang, malaikat maut pun menjalankan tugasnya. Ia mencabut nyawa Idris. Demikianlah, Allah mengangkat Nabi Idris ke tempat yang tinggi.
0 komentar:
Post a Comment