Dimanakah
letak kerajaan Majapahit? Untuk diketahui, keberadaan kerajaan Majapahit yang menurut naskah kuno Kakawin Nagarakretagama dan sejumlah sumber lain, pernah berdiri dari abad ke-13 hingga abad ke-16 telah menjadi salah satu babak penting dalam kronik perjalanan sejarah masyarakat di nusantara. Kerajaan Hindu-Budha yang diduga beribukota di kawasan Trowulan, Kabupaten Mojokerto Jawa Timur ini, juga meninggalkan jejak arkeologis yang meninggalkan ribuan jejak arkeologis yang menggambarkan kebesaran kerajaan itu di masa lalu.
Riwayat atau narasi tentang
kerajaan Majapahit telah lama hidup di masyarakat nusantara, jauh sebelum studi sejarah formal tentang kerajaan itu mulai dilakukan pada masa kekuasaan pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Informasi tentang keberadaan Majapahit ini, bukan hanya terekam lewat sejumlah prasasti, patung, bangunan candi, relief, dan benda-benda lain, namun juga dituturkan dalam sejumlah naskah kuno, baik yang ditulis sezaman atau beberapa ratus tahun sesudah runtuhnya kerajaan Majapahit. Di antaranya, dalam naskah Kitab Pararaton atau kitab raja-raja yang diduga ditulis antara abad ke-15 hingga ke-16 dan kitab Kakawin Nagarakretagama yang ditulis Empu Prapanca pada tahun saka 1287 atau sekitar 1365 Masehi.
Sumber Kerajaan Majapahit
Sumber pertama tentang Majapahit yang otentik adalah Prasasti Kudadu tahun 1293 Masehi. Prasasti itu menyebutkan adanya pentahbisan raja pertama Majapahit yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana. Prasasti Kudadu bisa dianggap sebagai prasasti pernyataan pertama Kerajaan Majapahit. Hal ini didukung pula oleh sumber tertulis sezaman lainnya yaitu Kakawin Nagarakretagama yang digubah oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Jadi, abad 14 yang sama menceritakan tentang kemegahan Majapahit.
Informasi terkait sejarah kerajaan Majapahit, belakangan baru terkonstruksi secara komprehensif setelah menjadi bahan studi formal sejak abad ke-19 pada masa kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Perhatian terhadap sejarah kerajaan Majapahit di kalangan ilmuwan barat, muncul setelah Gubernur Jenderal Jawa dari tahun 1811 hingga 1816, Sir Thomas Raffles menulis laporan tentang keberadaan reruntuhan candi yang tersebar di kawasan seluas beberapa mil di Mojokerto, Jawa Timur.
Studi formal atau studi ilmiah atas sejarah Majapahit yang kemudian banyak dilakukan, tidak hanya dilakukan lewat penelitian terhadap berbagai bukti arkeologis yang diduga merupakan peninggalan kerajaan Majapahit, namun juga dilakukan melalui kajian atas berbagai sumber tertulis. Salah satunya yang terkenal lewat studi atas manuskrip kitab Kakawin Nagarakretagama yang diselamatkan ilmuwan Belanda, JLA Brandes dari istana Kerajaan Lombok yang dibakar tentara Belanda pada 1894.
Ibukota Majapahit disebutkan di dalam pupuh ke-8 sampai ke-12 Kitab Nagarakretagama. Mpu Prapanca mendeskripsikan dengan jelas kondisi kota Majapahit, mulai dari bangunan hingga pintu-pintu masuk ke kerajaan. Dalam kitab Kakawin Nagarakretagama berbagai informasi tentang kerajaan Majapahit, seperti uraian silsilah raja-raja Majapahit, wilayah Majapahit, hingga gambaran keraton Majapahit semasa kekuasaan raja Hayam Wuruk diuraikan secara cukup terperinci
Letak Kerajaan Majapahit
Meski sejumlah informasi tentang kerajaan Majapahit bisa ditemukan dalam beberapa catatan sejarah, namun hingga kini bukti fisik bekas bangunan keraton Majapahit belum ditemukan dan masih menjadi perdebatan. Sejumlah teori mengemuka terkait hilangnya bukti fisik keraton Majapahit. Di antaranya, dikarenakan letak keraton Majapahit yang kerap berpindah-pindah pada setiap masa kepemimpinan, serta jauhnya rentang waktu keberadaan keraton Majapahit hingga saat ini.
Kajian yang dilakukan selama ini di Trowulan, meyakinkan peneliti bahwa tempat kedudukan keraton berpindah-pindah. Jadi, tempat awal Raden Wijaya memerintah sampai Jayanegara sebagai raja kedua, bukan di keraton yang dideskripsikan oleh Mpu Prapanca dalam Nagarakretagama. Tetapi, keraton yang digambarkan dalam Nagarakretagama itu adalah keraton pada masa kejayaan Majapahit yaitu masa raja Hayam Wuruk hingga penggantinya, yaitu Wikramawardhana dan mungkin juga Suhita.
|
Situs Trowulan |
Pada masa-masa akhir Majapahit, menjelang keruntuhannya diperkirakan keraton berpindah lagi, tidak di Trowulan tetapi di luar situs Trowulan. Sebagaimana tercatat di sejarah, sesudah Hayam Wuruk keadaan kerajaan Majapahit diramaikan dengan konflik dan peperangan antar keluarga keraton sendiri yang memperebutkan tahta. Keraton jadi rusak, jadi serangan kerajaan Demak itu bukan penyebab utama runtuhnya keraton, melainkan hanya pemukul terakhir saja.
Meski bukti fisik keraton Majapahit belum ditemukan, para ahli sepakat berdasarkan bukti-bukti temuan arkelologis, lokasi pusat atau ibukota kerajaan Majapahit terletak di kawasan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Berbeda dengan keberadaan bukti fisik bangunan keraton Majapahit yang hingga kini masih belum ditemukan, lokasi tempat yang diduga sebagai pusat atau ibukota kerajaan Majapahit telah diketahui. Sejauh ini para arkeolog sepakat ibukota kerajaan Majapahit terletak di kawasan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Kesepakatan ini tidak bisa dilepaskan dari keberadaan ribuan temuan arkeologis di situs Trowulan, baik berupa artefak, ekofak, serta fitur.
Di situs Trowulan saat ini, jejak-jejak arkeologis kemegahan kerajaan Majapahit masih bisa dilacak. Baik dari sejumlah bangunan candi, petirtaan, gapura, patung, serta temuan berbagai fragmen keramik kuno, gerabah, perhiasan, koin uang logam, dan lain-lain.
Salah satu candi di situs arkeologi Trowulan yang menjadi bukti kemegahan ibukota kerajaan Majapahit adalah Candi Brahu, di Desa Bejijong Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto. Candi setinggi 25,7 meter dengan lebar 20,7 meter persegi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-15 masehi, meski ada yang menduga umur candi itu lebih tua dari yang diperkirakan. [ilm]
0 komentar:
Post a Comment