Bagaimana etika atau tata cara bertamu yang baik dan benar menurut ajaran Islam? Dalam kehidupan sehari-hari biasa terjadi orang yang satu dengan yang lain saling kunjung mengunjungi. Berkunjung ke rumah orang pada umumnya karena ada keperluan. Tetapi dapat pula tanpa keperluan yang penting. Berkunjung ke rumah orang, baik ada keperluan penting maupun tidak, dinamakan bertamu.
Etika atau Tata Cara Bertamu
Bertamu itu ada etika dan tata caranya. Tamu yang baik tentu akan memakai peraturan atau cara yang telah ditetapkan sesuai dengan tuntunan agama, baik mengenai waktu bertamu maupun cara menempatkan diri (sopan santun) sebagai tamu. Berikut ini adalah 5 etika atau tata cara yang harus diperhatikan dalam bertamu:
1. Jangan Bertamu Saat Tuan Rumah Sibuk
Bertamu hendaklah memperhatikan keperluan atau keadaan orang yang akan menerima tamu. Ini berarti bahwa bertamu sebaiknya dilakukan apabila orang yang akan menerima tamu itu sedang dalam keadaan longgar. Jadi hendaknya tidak bertamu apabila yang akan menerimanya sedang sibuk, banyak pekerjaan yang harus segera diselesaikan, sedang tidur, atau waktu makan.
Bertamu waktu orang sedang sibuk akan mengganggu jalannya dan lancarnya pekerjaan. Dalam keadaan yang demikian biasanya orang kurang senang menerima tamu. Tidak senangnya dapat berakibat kurang baiknya penerimaan terhadap tamu. Dan ini berarti pula bahwa yang bertamu juga kurang merasa senang karena kurang mendapat pelayanan (penerimaan) yang semestinya.
2. Hindari Waktu Sibuk
Waktu tidur, yaitu waktu yang biasanya dipergunakan orang untuk tidur, hendaknya tidak dipergunakan untuk bertamu. Kalau bertamu kepada orang yang sedang tidur maka banyak sedikitnya orang tersebut akan merasa terganggu. Tamu perlu mengetahui bahwa kondisi tiap orang itu tidak sama. Ada orang yang apabila dibangunkan dari tidur tidak apa-apa, tetapi ada pula orang yang lalu merasa pusing kepala, lelah, bahkan lalu sakit.
Apabila yang akan menerima tamu diketahui sedang makan, sebaiknya tamu menantinya hingga selesai makan, kecuali apabila kedua pihak telah kenal akrab, sehingga keduanya tidak terdapat perasaan mengganggu atau terganggu.
Memang tamu itu harus dihormati. Tetapi situasi seperti tersebut di atas perlu dipertimbangkan oleh orang yang akan bertamu agar dapat terhindar hal-hal yang mengecewakan. Lain halnya apabila tamu sudah mengira bahwa orang yang akan didatangi itu sedang longgar, tetapi kenyataannya sibuk. Apabila terjadi hal demikian maka sebaiknya waktu bertamu dibatasi (singkat) saja, yaitu perlu segera pulang apabila keperluan sudah selesai, tidak perlu ditambah dengan cerita yang panjang.
3. Perhatikan Lama Bertamu
Berapa lama sebaiknya bertamu? Peraturan yang pasti tentang lamanya bertamu itu tidak ada. Biasanya lama bertamu itu tergantung kepada keperluannya, artinya apabila keperluan sudah cukup maka tamu pulang. Rasulullah Saw memberikan patokan secara umum bahwa bertamu itu paling lama adalah tiga hari, sabdanya: "Bertamu itu tiga hari".
Mengapa demikian? Sebab bertamu lebih dari tiga hari dapat merepotkan tuan rumah (yang menerima tamu). Apalagi apabila tuan rumah dalam keadaan kesempitan, artinya tidak mempunyai cukup rizqi untuk menjamu tamu. Keadaan demikian sudah barang tentu akan merepotkan dan mengganggu perasaan tuan rumah. Gangguan perasaan adalah sebagian gangguan jiwa. Oleh karena itu agama Islam tidak membenarkan bertamu lebih dari tiga hari sehingga menyempitkan (menyulitkan) tuan rumah. Rasulullah Saw bersabda:
Dan tidak halal bagi tamu tinggal (bermukim) sehingga menyempitkan (menyulitkan) tuan rumah
4. Bila Tuan Rumah sedang Bertengkar
Bagaimana halnya bertamu kepada orang yang sedang dalam keadaan tegang, misalnya bertengkar? Dalam hal ini tamu harus cerdas, artinya harus dapat meramalkan apakah kedatangannya itu dapat meredakan ketegangan atau tidak. Apabila dapat maka bertamu dapat diteruskan, tetapi kalau tidak maka perlu diurungkan atau ditunda. Apabila keluarga yang sedang bertengkar itu dapat akur kembali dengan datangnya tamu atau karena didamaikan oleh tamu maka tamu dalam hal ini termasuk orang yang bersedekah. Rasulullah Saw, bersabda:
Dan mendamaikan dua orang yang berselisih adalah sedekah
5. Jangan Merepotkan
Tamu sebaiknya tidak meminta sesuatu yang tidak layak diminta, karena yang demikian itu dapat menyulitkan tuan rumah. Demikian pula tamu tidak perlu minta dilayani, kecuali dalam hal-hal yang tidak layak bertindak sendiri sebagai tamu. Dalam hal makan dianggap kurang baik apabila tamu meminta makanan yang menjadi kesenangannya. Tamu tidak boleh mencela makanan yang disajikan tuan rumah kepadanya, lebih-lebih kalau celaan tersebut disertai sikap sombong. Dalam hal ini memuji lebih baik dari pada mencela. Dalam hadits dikatakan:
Rasulullah tidak pernah mencela makanan. Jika ia suka dimakannya, dan jika tidak maka ditinggalkannya
Tamu perlu menjaga nama baik dirinya. Ia tidak boleh berbuat sesuatu yang kurang terpuji, karena dengan demikian akan mengurangi nilai dan respek (rasa hormat) orang terhadapnya dan juga dapat mempengaruhi nama baik tuan rumah. Jadi saling menjaga nama baik antara tamu dan tuan rumah itu perlu agar kedua belah pihak sama-sama merasa senang dan tenang, sedang silaturahmi dapat tetap terjamin.
0 komentar:
Post a Comment