Bagaimana kaidah kebahasaan dari cerita hikayat? Semua karya sastra memiliki ciri tertentu dalam membentuk kata dan kalimat. Ciri tersebut terkait dengan kaidah atau aturan yang disebut dengan kaidah kebahasaan. Salah satu diantaranya adalah cerita hikayat memiliki kaidah kebahasaan yang mengatur pembentukan kata dan kalimatnya.
Pada kesempatan ini, kami akan memberikan penjelasan terperinci mengenai kaidah kebahasaan hikayat. Postingan ini melanjutkan seri artikel hikayat yang telah kami ulas pada pembahasan terdahulu. Berikut ini uraiannya:
Kaidah Kebahasaan Hikayat
Ada 3 poin yang termasuk ke dalam kaidah atau ciri kebahasaan cerita hikayat, yaitu penggunaan majas, penggunaan konjungsi, dan penggunaan kata arkais. Berikut ini kami jelaskan satu persatu masih-masing kaidah tersebut.
1. Penggunaan Majas
Kaidah kebahasaan hikayat yang pertama adalah penggunaan majas. Dalam cerita hikayat, banyak dijumpai jenis-jenis majas untuk menambah gaya bahasa kisah hikayat. Misalnya, bagaikan, laksana, bak, seperti (majas simile) dan juga majas-majas lainnya, seperti majas metafora, perbandingan, hiperbola, antonomasia, dan sebagainya.
2. Penggunaan Konjungsi
Kaidah bahasa hikayat yang kedua adalah penggunaan konjungsi. Sebagaimana yang kita tahu, konjungsi adalah kata sambung atau ungkapan yang digunakan untuk menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat, seperti kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat.
3. Penggunaan Kata Arkais
Kaidah bahasa hikayat yang ketiga penggunaan kata-kata arkais. Dalam bahasa Indonesia, kata arkais diartikan sebagai kata-kata kuno yang tak lazim digunakan oleh kita sekarang ini, berasal dari zaman dahulu. Contohnya, titah (kata, perintah), beroleh (mendapat), buluh (tanaman berumpun, berongga, keras), dan sebagainya.
Materi Hikayat Lainnya:
Demikianlah penjelasan tentang Kaidah Kebahasaan Hikayat. Bagikan materi ini kepada teman yang membutuhkan. Terima kasih, semoga bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment